Mu'adz Bin Jabal
Nama : Aldo Prasetya
Nim : 04218008
Fakultas : ilmu komputer
Prodi : sistem informasi
Asal usul
Mu'adz bin Jabal
•
Mu'adz bin
Jabal adalah seorang pemuda yang sedang tumbuh dewasa di Yatsrib, pada
masa-masa ketika cahaya petunjuk Allah sedang bersinar terang dan menyebar luas
sepanjang semenanjung Arab. Mu'adz adalah seorang pemuda tampan bermata hitam
tajam dengan rambut ikal, yang menarik perhatian siapa pun yang melihatnya. Di
usianya yang masih belia ia sudah dikenal dengan kecerdasannya.
•
Mu'adz
memeluk Islam di usia 18 tahun dalam bimbingan Mus'ab bin Umair, seorang
sahabat yang diutus oleh Rasulullah s.a.w. untuk berdakwah ke Yatsrib di
sebelum periode hijrah. Mu'adz kala itu termasuk dalam tujuh puluh dua warga
Yatsrib yang berangkat ke Mekkah untuk menemui Rasulullah s.a.w, kira-kira satu
tahun sebelum masa hijrah. Mereka menemui Rasulullah di rumah Beliau, dan
kemudian menemui Beliau lagi di lembah Mina di luar Mekkah, sebuah tempat
bernama Aqabah. Di sinilah para penduduk Yatsrib yang baru memeluk Islam,
termasuk beberapa perempuan di dalamnya, bersumpah setia untuk selalu mendukung
dan melindungi Rasulullah s.a.w. dalam kondisi apapun. Peristiwa ini disebut
dengan perjanjian Aqabah kedua. Mu'adz muda termasuk di antara mereka yang
ketika itu bersumpah dengan menggenggam tangan Rasulullah s.a.w. yang
diberkahi.
Ilmu
mu’adz bin jabal
•
Ketika
Rasulullah s.a.w. telah hijrah dan pindah ke Yatsrib, yang kemudian nama kota
itu Beliau ganti menjadi Madinah, Mu'adz bin Jabal sering sekali menemani
Beliau. Dari Rasulullah s.a.w. ia mempelajari Al-Quran, belajar tentang
syariat, dan agama Islam secara utuh. Sedemikian rupa hingga ia menjadi sahabat
yang paling ahli dalam Diin Al-Islam, sehingga Mu'adz selalu
dimintai fatwa terkait perbedaan pendapat yang kadang terjadi di antara
orang-orang.
•
Hal ini
tidak mengejutkan. Ia dididik langsung oleh Rasulullah s.a.w. dan sangat banyak
menerima pengajaran ilmu dari beliau. Ia adalah salah satu murid terbaik yang
dihasilkan oleh seorang guru terbaik. Ilmu yang dimilikinya masih sangat
otentik, yang diterimanya langsung dari Rasulullah s.a.w. tanpa melalui
jembatan guru-guru lain. Rasulullah s.a.w. pernah berkata, "Orang yang
paling berilmu di antara umatku mengenai perkara halal dan haram, adalah Mu'adz
bin Jabal."
•
Ilmunya
diterimanya langsung dari Rasulullah tanpa melalui jembatan guru-guru lain.
Rasulullah berkata, "Orang yang paling berilmu di antara umatku mengenai
perkara halal dan haram, adalah Mu'adz bin Jabal.
•
Hal ini
tidak mengejutkan. Ia dididik langsung oleh Rasulullah s.a.w. dan sangat banyak
menerima pengajaran ilmu dari beliau. Ia adalah salah satu murid terbaik yang
dihasilkan oleh seorang guru terbaik. Ilmu yang dimilikinya masih sangat
otentik, yang diterimanya langsung dari Rasulullah s.a.w. tanpa melalui
jembatan guru-guru lain. Rasulullah s.a.w. pernah berkata, "Orang yang
paling berilmu di antara umatku mengenai perkara halal dan haram, adalah Mu'adz
bin Jabal."
Mu’adz bin Jabal
diutus ke Yaman.
•
Pada tahun
ke-10 Hijriyah, Nabi SAW mengutus dua orang shahabat yang beliau pandang ‘alim
dalam hukum-hukum Islam ke Yaman, yaitu Mu’adz bin Jabal dan Abu Musa
Al-Asy’ariy, untuk menjadi muballigh dan mu’allim di sana.
•
Nabi SAW
berpesan :
•
يَسّرَا وَ لاَ
تُعَسّرَا، وَ بَشّرَا وَ لاَ تُنَفّرَا. نور اليقين: 232
Mudahkanlah, jangan dipersulit,
dan gembirakanlah, jangan dibikin lari. [Nuurul Yaqiin hal. 232]
•
Kemudian
Nabi SAW berpesan lagi kepada Mu’adz sebagai berikut :
•
اِنَّكَ سَتَأْتِى
قَوْمًا مِنْ اَهْلِ اْلكِتَابِ، فَاِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ اِلَى اَنْ
يَشْهَدُوْا اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ، وَ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ،
فَاِنْ هُمْ طَاعُوْا لَكَ بِذلِكَ فَاَخْبِرْهُمْ اَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ
عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى كُلّ يَوْمٍ وَ لَيْلَةٍ، فَاِنْ هُمْ طَاعُوْا
لَكَ بِذلِكَ فَاَخْبِرْهُمْ اَنَّ اللهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْكُمْ صَدَقَةً
تُؤْخَذُ مِنْ اَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ. فَاِنْ طَاعُوْا
لَكَ بِذلِكَ فَاِيَّاكَ وَ كَرَائِمَ اَمْوَالِهِمْ. وَ اتَّقِ دَعْوَةَ
اْلمَظْلُوْمِ، فَاِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَ بَيْنَ اللهِ حِجَابٌ. البخارى 5:
109
•
Setelah
Rasulullah s.a.w. kembali pulang ke Madinah, datanglah beberapa orang utusan
dari negeri Yaman menyatakan keislaman mereka, dan keislaman para penduduk
Yaman, kepada Rasulullah s.a.w. Atas keislaman mereka, mereka meminta adanya
seorang pembimbing yang Rasulullah tunjuk untuk mereka, yang dapat mengajarkan
Islam kepada penduduk Yaman. Untuk memenuhi harapan mereka ini, Rasulullah
s.a.w. pun membentuk sebuah tim yang terdiri dari orang-orang yang Beliau
percaya untuk mengajarkan agama, dan mengamanahi Mu'adz bin Jabal sebagai amir
dari kelompok yang diutus Rasulullah kepada penduduk Yaman ini. Sesaat sebelum
melepas Mu'adz dan sahabat-sahabatnya, Rasulullah s.a.w. menanyakan beberapa
hal pada Mu’adz untuk menunjukkan kesiapannya.
•
"Ya
Mu'adz, dengan berdasarkan apa engkau akan menetapkan sesuatu di sana?"
•
"Dengan
Kitab-Nya," jawab Mu'adz.
•
"Bagaimana
jika engkau tidak menemukan jawaban di dalamnya?"
•
"Maka
aku menetapkan berdasarkan sunnah Rasulullah."
•
"Bagaimana
jika tidak engkau temukan jawaban di dalamnya?"
•
"Maka
aku akan melakukan ijtihad untuk menetapkan sesuatu."
•
Rasulullah
s.a.w. puas dengan jawaban Mu'adz. Beliau lalu berkata: "Segala puji bagi
Allah yang telah membimbing utusan Nabi-Nya ini, hingga membuatnya ridha."
Kesederhanaan Seorang
Mu'adz
Mu'adz
•
Di masa
kekhalifahan Umar bin Khattab r.a., Mu'adz pernah ditugaskan untuk berangkat ke
Banu Kilab, dengan tugas membagikan tunjangan serta mendistribusikan kekayaan
dari yang kaya kepada yang miskin. Setelah ia selesai menunaikan tugasnya,
kembalilah Sang istri pun bertanya kepadanya, "Di manakah tunjangan yang
katanya untuk dibagikan bagi para keluarga?"
•
"Aku
tidak mengambilnya, karena ada pengawas yang diutus khusus untuk
mengawasiku," jawab Mu'adz.
•
Istrinya
begitu heran dengan jawaban suaminya. "Engkau adalah orang kepercayaan
Rasulullah s.a.w! Di masa Abu Bakar, engkau pun adalah orang kepercayaannya!
Lalu kenapa di masa Umar ia menugaskan seorang pengawas bagimu?"
•
Istrinya
tampak tidak ridha atas hal ini, dan menceritakan ini kepada istri Umar bin
Khattab r.a. Pada akhirnya, ia pun menyampaikan ini kepada suaminya, Sang
Khalifah Umar bin Khattab. Karenanya, Umar r.a. pun memanggil Mu'adz dan
bertanya, "Apakah aku mengirim seorang utusan untuk mengawasimu?"
•
"Tentu
saja tidak, wahai Amirul Mu’minin," jawab Mu'adz. "Tetapi itu
satu-satunya alasan yang dapat kuberikan kepada istriku."
•
Tawa Umar
pun meledak karena penjelasannya itu. Ia pun memberikan tunjangan kepada Mu'adz
sambil berkata, "Semoga ini membuatnya ridha."
Saat Kematian Menjelang
•
Tugas
terakhir yang diemban oleh Mu'adz bin Jabal adalah ketika ada permintaan dari
Yazid bin Abi Sufyan, gubernur yang bertugas di Syria, meminta ditugaskan
beberapa orang yang berilmu kepada mereka, untuk mengajar Al-Quran dan
kaidah-kaidah agama karena jumlah penduduk Syria begitu banyak. Maka dikirimlah
'Ubadah bin as-Samit, Abu Darda dan Mu'adz bin Jabal ke Homs, sebuah kota yang
terletak di sebelah barat Syria. Sesampainya di sana, 'Ubadah ibn as Samit
tetap tinggal untuk bertugas di Homs. Abu Darda berangkat untuk bertugas ke
Damaskus, dan Mu'adz ke Palestina.
•
Di
saat-saat terakhir, ia memandang ke langit, berkata, "Ya Rabb, Engkau Maha
Tahu bahwa aku tidak menginginkan dunia ini, dan tidak berkeinginan untuk
memperlama jatah usiaku di sini. Wahai Tuhanku, terimalah jiwaku dengan penuh
kebaikan, sebagaimana Engkau menerima jiwa hamba-hamba-Mu yang beriman."
•
Mu'adz
wafat dalam kesendiriannya dalam tugas, jauh dari keluarga dan sahabat, di
usianya yang ke-33 tahun. Ia wafat sebagai seorang pejuang dakwah dalam
mengemban tugas Rabb-nya.
Link Selengkapnya